Monday, December 29, 2008

NO INFLATION, NO CRY.
Inflasi vs Zakat.

Dalam suatu kajian, dijelaskan bahwa inflasi tidak sepenuhnya berdampak negatif. Ia bisa berdampak positif karena memicu produksi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat.

Gambarannya begini : Ketika inflasi meningkat, harga barang naik. Ketika harga naik, produsen berlomba-lomba untuk memproduksi barang karena mengharapkan keuntungan dari naiknya harga. Ketika produksi meningkat, investor berbondong-bondong masuk. Ketika investasi meningkat, PDB meningkat. Sehingga kesimpulannya Inflasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tapi apa benar?

Bukankah ketika inflasi meningkat, daya beli masyarakat menurun karena harga-harga naik? Memang masih ada yang belanja di tengah kenaikan harga tersebut (terutama produsen) tapi seberapa banyak? Berapakah perbandingan antara yang mampu belanja dengan yang tidak? Ketika produsen berbondong-bondong memproduksi barang, siapakah yang akan membelinya? Tetap saja orang-orang yang notabene ‘kaya’ lah yang akan membelinya. Yang tidak mampu? Mereka akan berhutang untuk membeli kebutuhan tersebut. Lalu bagaimana membayar hutangnya? Ya berhutang lagi untuk melunasi hutang dia. Begitu seterusnya.

Jadi, apakah benar inflasi bisa memicu pertumbuhan ekonomi? Atau Cuma alat untuk menyejahterakan yang sudah kaya?
Masing-masing punya jawaban sendiri.

Tapi menarik untuk disimak, ketika wacana ini digulirkan kepada salah satu dosen, ia memberikan solusi yang sebenarnya klise.

Wacana dari dia adalah, untuk memicu pertumbuhan ekonomi bukanlah inflasi.
Tapi zakat.
Mengapa?

Seorang mustahik ketika menerima zakat, dia akan membelanjakannya untuk membeli minimal kebutuhan pokok (semisal tempe). Ketika ada jutaan mustahik yang menerima zakat lalu membeli tempe, ada berapa juta ton tempe yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka? Dari situ, produsen melihat peluang ini sehingga berlomba-lomba untuk memproduksi tempe. Itu baru satu jenis barang. Bagaimana jika telur, susu, gula, dan beras juga demikian? Akhirnya konsumsi meningkat, produksi pun tumbuh, sehingga PDB tinggi.

Namun mungkin usaha ini akan terhambat bila produksi tempe hanya dikuasai oleh segelintir orang saja. Untuk menaikkan harga, mereka menimbun stok yang ada di pasaran sehingga tempe menjadi langka.

Oleh karena itu, seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak lagi pengusaha agar produksi barang tidak hanya dikuasai segelintir orang saja.

Di sinilah peran pemerintah. Seharusnya pemerintah bisa mengendalikan produsen, membuat aturan main yang bisa membuat agar distribusi barang dan jasa bisa merata di masyarakat, tidak hanya dikuasai oleh sekelompok manusia.

Kesimpulannya, perlu peran semua pihak dalam menyejahterakan rakyat Indonesia. Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan, lembaga zakat sebagai pengelola zakat, juga masyarakat, baik sebagai konsumen ataupun produsen yang mengolah berbagai faktor produksi, Tak ketinggalan para orang kaya yang sadar zakat.

Tapi kapankah mimpi ini bisa terwujud?

2 comments:

Anonymous said...

yang saya tahu, inflasi bisa bisa juga mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu negara....
inflasi pada kisaran 10% dinilai mencerminkan pertumbuhan ekonomi, Chinda dan India merupakan dua negara yang angka inflasinya sekitar segitu. dan pertumbuhannya tinggi...
ketika terjadi pertumbuhan di suatu negara, ditandai dengan banyaknya lapangan kerja, jumlah uang beredar di masyarakat melimpah, masyarakat menggunakan uang tersebut untuk mengkonsumsi barang, akibatnya terjadi inflasi....
tetapi tingkat inflasi yang terlalu tinggi juga berbahaya, misalnya di Zimbabwe...
baik buruknya inflasi bisa juga dilihat dari penyebabnya. jika penyebab inflasi adalah karena faktor tingginya permintaan barang, berarti negara sedang tumbuh. tetapi jika inflasi disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang menyebabkan naiknya harga jual barang, itu menyebabkan perlambatan ekonomi...

bookmark said...

Disitulah masalahnya.
Pertumbuhan ekonomi yang disebabkan inflasi tidak mencerminkan kondisi ril masyarakat suatu negara.
Apa pasal?
Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan C+I+G+X-M (CMIIW) itu tidak mencerminkan satu hal.
Pemerataan.
Bisa saja angka-angka yang dimasukkan adalah angka-angka yang dihasilkan oleh 30% penduduk suatu negara.
Sedangkan 70%-nya?
Wallahu'alam.
Jadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh inflasi itu hanya bisa dinikmati oleh segelintir penduduk saja. Sedangkan sisanya hanya bisa menjadi penonton.
Dunia melihat bahwa pertumbuhan ekonomi negara itu bagus. Padahal realitanya, kemiskinan masih merajalela.
Itulah ketidakadilan yang diciptakan oleh inflasi.
Sedangkan zakat, ia bisa menjadi solusi yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Seperti yang sudah Saya paparkan sebelumnya, zakat bisa memicu masyarakat untuk produktif. Dengan zakat yang terkelola dengan baik, setiap orang, baik itu kaya atau miskin, memiliki kesempatan yang sama untuk maju. Sedangkan inflasi hanya memicu semangat orang-orang yang berduit saja.
Memang, ketika ekonomi mengalami pertumbuhan yang disebabkan oleh zakat, ada kemungkinan inflasi terjadi. namun itu teredam ketika zakat terus berputar.
Mustahiq menerima dari muzakki. Mustahiq mengelola zakat yang diterimanya secara produktif sehingga setahun berikutnya, sang mustahiq berubah menjadi muzakki. Begitu seterusnya sehingga tiap tahun, akan muncul muzakki-muzakki baru yang turut berperan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Dari situ, pertumbuhan ekonomi yang tampak pun menjadi pertumbuhan ekonomi ril suatu negara karena sudah merata. Seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz..

Wallohu'alam