Thursday, October 06, 2022

Hidup Fanatisme (oleh Dahlan Iskan)

FANATISME itu bisa membuat hidup lebih hidup.

Lihatlah betapa hidupnya Stadion Kanjuruhan, Malang. Stadion Manahan, Solo. Stadion Gelora Bung Tomo dekat Gresik. Si Jalak Harupat Bandung. Juga almarhum stadion Mattoanging Makassar...

Hidup itu harus hidup. Urip iku urup. Menyala-nyala. Syeh Siti Jenar pernah mengatakan kita semua itu bangkai. Hanya saja ada bangkai yang masih bernyawa. Tapi bangkai.

Contoh hidup tanpa fanatisme adalah hidupnya pohon.

Ada ribuan jenis fanatisme. Keluarga kita adalah keluarga terbaik. Itu adalah fanatisme tingkat keluarga. Desa kita paling hebat adalah fanatisme tingkat desa. NKRI harga mati adalah fanatisme tingkat negara.

Sepanjang levelnya masih yang "paling hebat" kadar bahayanya tidak tinggi. Baru kalau level fanatisme itu meningkat ke "yang paling benar" bahayanya muncul. Bahaya bagi publik.

Fanatisme membuat hidup lebih bergairah. Asal terkelola. Itulah sebabnya mengapa ada pengelola. Lalu ada pemimpin. Salah satu tugas pemimpin adalah mengelola fanatisme itu.

Mengelola bukan berarti mematikan. Juga bukan membiarkan. Pemimpin yang mematikan fanatisme sama dengan mengubah manusia jadi pohon. Pemimpin yang membiarkannya sama dengan menciptakan anarkhi.

Fanatisme harus ada pada level yang tepat. Jangan ketinggian, jangan kerendahan. Melarang sepak bola dan apa pun yang digemari masyarakat sama dengan menciptakan banyak pohon.

"Level" yang tepat itulah seninya. Seni kepemimpinan.

Bupati, wali kota, Kapolres adalah pemimpin tingkat lokal yang paling tahu bagaimana mengukur level fanatisme itu. Lengkap dengan kearifan lokalnya.

Kepentingan bupati/wali kota adalah meningkatkan gairah masyarakatnya. Gairah yang bisa melahirkan jiwa partisipasi. Yakni partisipasi bagi pembangunan daerah. Bisa lewat apa saja: salah satunya sepak bola.

Maka bupati/wali kota adalah gas. Ia perlu menginjak gas kuat-kuat agar gairah itu meluap-luap. Agar hidup lebih hidup. Pembangunan lebih semarak. Termasuk pembangunan di kota/kabupaten tersebut. Muaranya harus untuk pembangunan.

Kapolres/ta/tabes, adalah remnya. Ia harus menginjak rem itu ketika jalannya mobil sudah berbahaya. Tapi tidak bisa juga rem itu diinjak terus. Mobil tidak akan bisa berjalan. Untuk apa ada rem kalau mobilnya diniatkan untuk tidak berjalan.

Kadang mobil harus nyenggol pagar. Atau tiang. Itu masih normal. Jangan sedikit-sedikit harus injak rem.

Cara mengerem pun harus terukur. Rem yang terlalu mendadak bisa membuat mobil terguling --seperti di Kanjuruhan.

Menggairahkan warga lewat olahraga adalah resiko yang terendah. Daripada lewat fanatisme suku. Atau marga. Atau ras. Atau golongan. Apalagi agama.

Tapi mengelola olahraga tidak sama dengan mengelola ormas atau partai. Bahasa yang digunakan juga harus bahasa olahraga --bahasa bola untuk sepak bola.

Bahayanya hanya satu. Untuk zaman sekarang: yakni kalau sudah ada yang pansos lewat sepak bola. Atau berusaha mempolitikkan sepak bola. Dan olahraga lainnya.

Rochland Yoseph punya pengamatan yang bagus. Soal fanatisme Aremania itu.

Ia anak kiai di Malang. Bapaknya dulu Ketua Ansor. Nama sang ayah Suyanto. Bahwa ia memberi nama anaknya Yoseph itu karena bapaknya "usil" saja. Usil khas Malang.

"Pas proses pemilihan Ketua Ansor ayah dikritik setengah guyon oleh teman-temannya. Ansor kok namanya Suyanto. Gak ada Arab-arabnya blas. Ayah saya tergelitik sehingga nama anak-anaknya malah dibikin unik. Saya Rochland Yoseph, aslinya dari nama Kakek (Yusuf) + lahir saya September," katanya.

Yoseph sudah nonton Arema sejak tahun 1987, sejak Arema didirikan oleh Brigjen Acub Zaenal dan Kolonel Ebes Sugiyono, wali kota Malang. Ia pernah ikut demo dan bentrok dengan suporter Persebaya. Tapi levelnya hanya seperti mobil nyerempet pohon.

"Sejak ada Aremania, fanatisme kampung beralih ke Arema. Tidak ada lagi perkelahian antara gang di kampung-kampung," kata Yoseph.

l nyerempet pohon.

"Sejak ada Aremania, fanatisme kampung beralih ke Arema. Tidak ada lagi perkelahian antara gang di kampung-kampung," kata Yoseph.


Rochland Yoseph--

Kini Yoseph sudah berumur 46 tahun. Ia kini berkelahi dengan pohon-pohon sawit di Kalimantan. Ia jadi manajer di perusahaan sawit yang cukup besar, sebagai business process improvement. Ia lagi mengembangkan drone untuk mengontrol kebun sawit. Fanatisme itu kini ia curahkan ke sawit.

Contoh dari Yoseph itulah yang saya maksud dengan bahwa fanatisme itu baik. Asal terkelola dengan benar. Mereka yang waktu mudanya bergairah itu, kelak akan bergairah juga ketika mendapat kesempatan di dunia kerja.

Hidup seperti pohon bukanlah hidup. Mobil mogok bukanlah mobil. (Dahlan Iskan)

sumber : 

https://disway.id/read/660676/hidup-fanatisme

Tuesday, June 21, 2022

 

Sapi Tanah

Oleh: Dahlan Iskan

 

Selasa 21-06-2022,04:00 WIB


OBAT PMK sedang dirancang. Para peternak tidak bisa menunggu. Mereka pun mencoba Eco Enzyme.

Begitu banyak relawan Eco Enzyme sekarang ini.

Ada Vera Tan di Batam, ada Joko Nusantara di Bali. Ada Ira di Surabaya.

Sampai ada yang mendirikan gerakan penyelamat bumi.

Semua orang bisa membuat Eco Enzyme sendiri. Termasuk Anda. Dan saya. Saya lagi belajar dari Vera, Ira, dan Joko itu.

Yang menyiapkan obat PMK, Anda sudah bisa menebak: drh Indro Cahyono. Peneliti serius segala macam virus itu.

Sudah tiga hari Indro melakukan PCR pada sapi-sapi itu. Mokusnya diambil dari pangkal hidung. Air liurnya juga diperiksa. Pun air susunya.

"Saya juga melakukan pengambilan darah sapi untuk diperiksa antibodinya," ujar drh Indro Cahyono, Ahad lalu.

Peneliti virus lulusan Gadjah Mada dan Australia ini ingin menemukan obat penyakit mulut dan kuku pada sapi (PMK). Penyakit itu lagi melanda Indonesia. Bikin kaget. Sudah lebih 30 tahun Indonesia dinyatakan bebas penyakit PMK (Disway 23 Mei 2022: Kuku Mulut).

Anda sudah tahu: sapi tidak punya lengan. Dari mana pengambilan darahnya? "Dari ekornya. Dekat pangkal ekor. Di bagian yang biasa menutup anusnya," ujar drh Indro.

"Saya optimistis, satu minggu lagi sudah menemukan obatnya," ujarnya. "Penelitian ini harus dilakukan untuk memastikan obat yang tepat," tambahnya. "Tidak hanya coba-coba," tambahnya.

Penelitian itu dilakukan di sebuah kandang sapi di dekat Bandung. Ada 12 sapi yang terkena PMK yang jadi objek penelitian. Juga beberapa sapi yang sehat sebagai pembanding.

"Kalau mulut dan kuku sapi sudah terlihat luka itu berarti sudah hari ke 4 virus PMK menyerang," katanya. Selain khusus menyerang mulut dan kuku virus ini juga bisa menyerang jantung. Tapi jarang.

Sapi yang terserang PMK akan memiliki antibodi. Tapi antibodi itu baru muncul di hari ke 7. Berarti sapi yang sudah luka itu, yang sudah sulit makan itu, masih akan terus diserang virus selama tiga hari lagi. Tanpa perlawanan. Maka tiga hari itu harus dipakai habis-habisan untuk menyelamatkan sapi. Itulah tiga hari yang kritis. 

Kalau tiga hari itu bisa terlewati sapi akan sembuh. Antibodinya akan menyembuhkan, mulai hati ke 7. Hari ke 14 sapi akan sembuh sendiri. 

Maka selama tiga hari itu pengobatan harus dilakukan. Obatnya belum ada. Tunggu satu minggu lagi. Sambil menunggu kelahiran obat itu, apa yang harus dilakukan?

Drh Indro membuat protokol kesehatan sapi. 

Pertama virus di sekitar sapi harus dihancurkan. Pakai disinfektan. Kandang harus bersih.

Kedua, berikan vitamin E dan nutrisi lainnya. Agar sapi punya daya tahan dan bisa segera melahirkan antibodi.

Ketiga, minumkan bubur nutrisi atau makanan yang sudah dibuat cair. Paksakan masuk ke perut sapi. Kalau perlu lewat selang.

Selama mulutnya banyak luka sapi tidak bisa makan. Anda pun begitu. Akibatnya sapi kekurangan gizi. Daya tahannya menurun. Mati.

Nanti setelah obatnya lahir, bisa dibantu obat. Bentuknya salep. Bukan cair. Agar bisa tahan lama menempel di luka.

Salep itu juga bisa dipakai untuk luka yang di mulut. "Tidak bahaya. Salep itu nanti food grade. Tertelan sampai perut pun tidak apa-apa," katanya.

Sementara obat itu belum ada peternak pakai cara sendiri-sendiri.

Salah satunya, yang lagi dikampanyekan itu, pakai Eco Enzyme. Bentuknya cairan. Dioleskan di luka. Di kuku. Di mulut. Dasarnya pengalaman. Testimoni. Logika. Virus itu mati kalau terkena cairan rendah PH. Eco Enzyme itu ber-PH rendah.

Saya melihat video testimoni di peternak Pujon, Malang. Yang menjadi pusat susu Indonesia. Dulu. Saya melihat bagaimana peternak mengikat mulut sapi. Lalu mengusapkan air yang sudah dicampur Eco Enzyme ke seluruh bagian luar mulut sapi.

Eco Enzyme itu gratis. Banyak relawan Eco Enzyme di seluruh Indonesia. Tujuan relawan itu, awalnya, bukan untuk PMK. Mereka relawan penyelamat bumi dan lingkungan.

Eco Enzyme itu mereka buat sendiri. Tidak beli. Tidak impor. Anda pun bisa membuatnya. Caranya sangat mudah. Hanya saja perlu waktu lama. Ini hambatan utama. Sulit meluas. Masyarakat di zaman medsos serba kesusu.

Tapi tidak boleh menyerah. 

Anda cukup mencari toples plastik. Atau jeriken. Atau sejenis ember. Bisa kecil, bisa besar. Bisa sangat besar. Yang penting toples itu punya tutup. Bisa ditutup rapat.

Masukkan air dalam toples. Atau jeriken. Jangan penuh. 60 persennya saja. Masukkan gula. Banyak. Mahal? Agar tidak terlalu mahal, pilih saja gula molase. Tidak boleh gula pasir, karena sudah mengandung kimia. Gula aren dan gula tebu ok.

Lalu masukkan kulit buah. Atau ampasnya. Boleh jeruk, nanas, pepaya, pisang atau buah apa saja. Kalau tidak ada sampah buah bisa juga sampah sayuran.

Rumusnya: air 10 gelas, sampah organik 3 gelas, gula 1 gelas: 10-3-1. Atau, katakanlah wadahnya berkapasitas 10 liter. Berarti cukup diisi 6 liter air, 600 gram gula, dan 1.800 gram sampah organik

Airnya, kalau bisa air sumur. Atau air sungai yang bersih. Jangan air dari kran yang sudah diberi kaporit itu.

Selesai. Tutuplah rapat-rapat. Biarkan. Selama 3 bulan. 

Setelah 90 hari itu buka tutupnya. Keluarkan kulit buah atau sampah sayur yang masih seperti wujud semula. Jangan dibuang. Itu bisa dilembutkan untuk pupuk tanaman Anda.

Airnya itulah yang disebut Eco Enzyme.

Bisakah pakai toples kaca? Tidak bisa. Kaca itu akan pecah. Tidak kuat menerima tekanan gas dari dalam. Ini kan proses fermentasi. Gas yang keluar dari sampah organik tadi sangat banyak.

Air Eco Enzyme itu adalah ''indukan''. Tidak langsung digunakan. Anda bisa mencampur satu gelas Eco Enzyme itu dengan 100 gelas air biasa. Hemat. Khasiatnya masih sangat bagus. Bahkan 1 gelas eco Enzyme bisa dicampur 400 gelas air. 

Tujuan awal penemuan Eco Enzyme ini untuk 'menghidupkan' kembali tanah-tanah mati. Yakni tanah yang sudah hilang kesuburannya. Itu akibat terlalu lama diberi pupuk kimia terus menerus: urea, NPK dan sebangsanya.

Tujuan utama yang lain adalah untuk memperbaiki lingkungan yang hancur akibat aliran air dari kamar mandi Anda.

Air buangan Anda itu - -juga dari rumah saya-- terlalu banyak mengandung sisa-sisa sampo, deterjen dan sabun. Lalu masuk ke parit. Mengalir ke sungai. Merusak lingkungan.

Maka, sebaiknya, lantai kamar mandi itu sering disiram dengan cairan Eco Enzyme 1 x 100. Dua kali sehari.

Demikian juga dapur. Khususnya tempat cuci piring. Dan tempat cuci baju. Agar air buangan Anda yang bersabun itu tercampur dengan Eco Enzyme. Cairan alam itu bisa menetralkan sisa kimia.

Saya mengenal tiga tokoh aktivis pembuat Eco Enzyme. Mereka gigih berkampanye memasyarakatkannya. Mereka membagikannya kepada siapa saja. Gratis.

Yang paling hebat adalah Vera Tan. Tinggal di Batam. Status di HP-nyi pun gambar botol berisi Eco Enzyme. Ia membuatnya di drum plastik. Siapa saja boleh minta.

Vera sampai belajar sendiri ke Thailand. Ke tokoh penemu Eco Enzyme itu. Vera tidak pernah kuliah di universitas, tapi pengetahuannyi tentang tanah dan tanaman sangat dalam. Vera terus keliling Indonesia. Sampai ke kota-kota kecil. Jadi pembicara. Jadi penyuluh. 

Yang kedua, Joko. Ia tinggal di Denpasar, Bali. Nama lengkapnya Jokoryanto. Asli Belitung. Keturunan Tionghoa. Istrinya pun wanita Belitung –mereka temu-kenal di Bali.

Joko punya bisnis toko HP di kota Denpasar. Juga punya resto vegan di kota itu. Semula saya kira Joko itu dosen atau peneliti di Universitas Udayana. Bicaranya mirip seorang ahli. Ternyata ia juga tidak pernah makan bangku kuliah.

Tahun lalu Joko mendirikan gerakan Eco Enzyme Nusantara. Misinya: untuk penyelamatan bumi.

Kini gerakan itu sudah punya cabang di 26 provinsi. Relawan EEN tidak boleh mengomersialkan Eco Enzyme. Itu bertentangan dengan misi penemunya: Dr Rosukon Poompanvong. Ia seorang wanita Thailand. Kini berumur 64 tahun.

Rosukon punya penyakit darah yang aneh. Sejak lahir. Dia bisa bertahan karena menjauhi makanan non kimia. Dia belajar khusus pertanian tanpa pupuk kimia dan pestisida.

Rosukon juga pernah mendalami pengobatan alternatif di Sri Lanka. Lalu belajar pertanian di Haifa, Israel. Juga di Swiss. Dia menjadi tokoh pengembangan pertanian sehat.

Misi Rosukon berikutnya adalah: mengajarkan pembuatan Eco Enzyme secara gratis. Dari alam untuk alam. Ia tidak rela penemuannya jadi objek komersial.

Tanggal 3 Juli depan Joko dan sejumlah relawannya akan ke Thailand. Bertemu Rosukon. 

Yang ketiga, adalah Ira Rahma. Dia dokter hewan lulusan Unair. Angkatan 1985. Ia memproduksi eco Enzyme sejak dua tahun lalu. Kini dia bikin pula yang aromanya wangi. Yakni eco Enzyme yang dibuat tidak menggunakan sampah organik campuran. Dia hanya menggunakan daun kayu putih segar.

"Saya akan kirim ke Pak Dahlan. Bisa untuk kulit agar kulit Pak Dahlan sehat," katanya. Ira juga menggunakan eco Enzyme harum itu untuk binatang-binatang yang ke salonnyi. 

Ira awalnya memang membuka salon hewan. Dua tahun lalu dia mengenal Eco Enzyme. Lalu jadi aktivis. Sejak itu, sampai sekarang, Ira sudah memproduksi 2000 liter. Betapa banyak, kalau 1 liter Eco Enzyme bisa dicampur 100 sampai 400 liter air biasa.

Tentu masih banyak aktivis eco Enzyme lainnya. Grup WA aktivisnya saja lebih dari 60 grup. Semua berkomitmen sama: menjaga bumi. Sayangnya memang masih jauh lebih banyak yang sengaja merusaknya. Lewat kamar mandi dan tempat cuci. (Dahlan Iskan)

Tautan linknya : https://disway.id/read/505497/Sapi-Tanah